25 Mei 2013

Marhaban Family's story will be published...

Senang sekali banyak saudara-saudara yang sudah baca blog ini. Insyaallah berguna untuk kita mengetahui asal-asul keluarga kita dan perjalanan hidup Opa dan Oma kita.
Mohon doanya supaya cerita yang ada di blog ini bisa diperbanyak agar bisa kita sebar-luas kan ke anak cucu kita.

Sekali  lagi terima kasih dan sesuai pesan Opa, marilah bersilaturahmi dan jangan pernah lupa untuk mendoakan sanak keluarga yang telah mendahului kita.

-D-

27 Sep 2011

Seruan dan Amanat Kepada Cucu - Cucu

Kepada kamu sekalian, cucu-cucu ku, dengan ini diserukan, diamanatkan agar kamu dapat mengambil tamzil dan ibarat, keadaan penghidupan, penjagaan dan penderitaan dari Ayah atau Bunda kamu sekalian, serta meneliti daftar tambo sejarah terlampir, bahwasanya kamu sekalian masih bertalian darah dengan si anu dan si anu yang tergambar dalam daftar tambo terlampir ini. 

Janganlah kamu sekalian jauh menjauhkan diri satu sama lain, jikalau kamu berdekatan, sekampung, sekota, berdamailah, bertemulah, jalang menjalangilah, rukun dan damai, tempo-tempo bukalah sejarah ini begini injik/dan nenek kita dahulu dan begitu injik dan nenek kita dahulu semasa mudanya membimbing anak-anaknya. Dan dalam sejarah kami, jangan kamu ambil contoh, kamu ambillah kalau ada yang baik-baik saja, karena keadaan kami diwaktu itu terpaksa menjalankan riwayat sejarah seperti yang tertulis tidak dapat dihindarkan. 

Kami harapkan keadaan diwaktu kamu nanti, akan banyak perubahan. Kita bersama harapkan dan doakan. Tidak lupa kami amanatkan agar daftar tambo sejarah ini, kamu, hai cucu-cucu ku, kamu teruskan, kamu teruskan sampai kamu sekalian setua kami. Menjadi injik atau nenek pula (opa dan oma kata kamu sekarang) sebagai kami pada waktu membuat daftar san sejarah ini pula. Amin.

Juga kalau kami sudah tidak ada di dunia yang fana ini, karena sabda Junjungan kita Nabi Besar Moehammad S.A.W: “Yang hidup tentu dan harus mati” kembali ketempat asalnya keharibaan Allah S.W.T. Satu amanat kami lagi kepada kamu sekalian, hai cucu-cucuku, sekiranya kamu sekalian teringat kepada kami, berziarahlah ketempat istirahat kami dan janganlah kamu lupa untuk memanjatkan doa agar arwah kami pun yang lain-lain nenek, injik kamu, menadahkan tangan berdoa kehadirat Allah Subhanawataallah mudah-mudahan kami dapat kelapangan hidup di Alam Baka. Amin-Amin.

Karena doa kamu sekalian akan makbul dan Allah akan mendengar terlebih-lebih lagi kalau kamu sekalian banyak bertalian dengan Yang Maha Kuasa. Panjatkan doa untuk kami, serta mengucapkan kedua kalimat syahadat suci, Maha suci dan Besar itu untuk kami dan yang lain-lain. Kami pun yang tidak dapat lagi menjumpai kamu sekalian, setelah kamu memanjatkan doa, dari Alam Baka memohon pula kehadirat Allah S.W.T agar kamu sekalian yang tinggal didunia diberi taufik dan hidayat olehNya dalam hidup kamu sekalian damai dan abadi. Amin Yarabulallamin.

Penutup kata, kamu sekalian telaahi daftar tambo ini agar kamu dibelakang hari satu sama lain kenal mengenal dan sekali lagi kami amanatkan, teruskan tambo keturunan itu.

Dibuat di Jakarta, dirumah Jalan Lombok no.47 pada tanggal 31 bulan Desember tahun 1962

R. Moehd.Joesoef glr Dt. Madjo Labih & Djanewar bt. Dt.Bandaharo Pandjang


Masa pertama - R.Moehammad Joeosoef dan Rabiah bt. Dt. Bandaharo Pandjang


Masa kedua - R. Moehammad Joesoef dan Djanewar bt. Dt. Bandaharo Pandjang

Masa Perkembangan Kedua - Anak ke 13

Anak ke-13 Ratna Sari Halimahtun Saadiah
 
Pada tanggal 17 Januari 1950 lahirlah seorang anak perempuan dan kami beri nama Ratna Sari Halimahtun Saadiah di Semarang. Bersama kami kembali di Semarang di Redjosari dan sekarang ditambah dengan adinda Moehd Rasoel anak beranak. Soefrie telah meneruskan pelajarannya ke Jakarta guna menerima ijasah AMS nya yang waktu itu gurunya berada di Jakarta. Anna ikut pula ke Jakarta untuk meneruskan pelajaran sekarang Juliar telah berada kembali di Surabaya setelah pelajaran selesai di Jakarta. Zaharief telah pula saya kerjakan di Militair Luchtvaafdeeling di Kali Bata Semarang, pun Nazar memulai bekerja pula. Sedangkan Moehd. Rasoel oleh karena ada panggilan dari sdr. R. Sanoesi kembali ke Surabaya karena ditempatkan di kantor Gubernur Jawa Timur, mereka kembali kesana serta ikut ayahanda dan bunda juga. Kami tinggal di Redjosari. Sekarang kembali kita kepada pertempurang dengan Belanda tadi diwaktu kami di Semarang dari adinda Moehd Rasoel dari Surabaya kami mendaoat kabar bahwa anakanda Zainuddin gugur dalam pertempuran ini di Paree dan dimakamkan di desa Ngoro sebelah Paree. Kita bersama meminta kepada Yang Maha Kuasa dilapangkan hendaknya hidupnya dinegeri yang kekal itu. Amin. 

Ketika Ratna Sari tadi lahir, pemerintahan kita Republik Indonesia telah berjalan kembali Bung Karno telah telah berada di Istana Jakarta dan Bogor. Saya masih bekerja ditempat yang tadi diceritakan diatas. Sedangkan Soefrie yang telah lulus dalam ujian itu dengan kembali pemerintah kita dia diangkat menjadi tentara sebagai Letnan satu komandan lalu lintas dari Angkatan Darat Jakarta sampai ke Priok. Menurut perjanjian Meja Bundar Belanda di Indonesia berangsur-angsur harus meninggalkan Indonesia. Mau tidak mau Belanda harus meninggalkan Indonesia dengan tidak pula rakyat kita akan melupakan sepenuh jaman, seperti di Maluku, Makassar, Jepara di Jawa Barat tapi itu ditantang oleh kita kesemuanya. Saya walaupun bekerja dipihak Belanda karena bermula telah mengeluarkan semboyan: Sekali Replubikein tetap Replubikien. Dan sekali Merdeka tetap Merdeka. Berkemas-kemas Belanda di Indonesia kantor-kantor telah diperkecil dijadikan seboleh-boleh satu saja dan kami pun telah bergabung menjadi satu pula. Tiba – tiba datang suruhan Soefrie dari Jakarta untuk datanglah ke Jakarta rumah sudah ada dan segalanya telah diuruskan K.A tinggal naik saja. Kami bersiap-siap di rumah apa-apa yang dapat sekali dibawa, dibawa dan saya tinggal dahulu mengurus yang masih ketinggalan, berangkatlah anak-anak kesemuanya melainkan kami bertiga saja yang tinggal yang masih bekerja Zaharief dan Nazar. Tidak lama setelah itu datang pula pesuruh Soefrie seorang pembantu Letnan membawa tiket kapal terbang untuk saya ke Jakarta. Saya tinggalkan pekerjaan saya begitu saja dan segala yang masih tinggal Nazar dapat menjaganya dengan Zaharief dan tidak lama Zaharief tinggal sendiri di rumah yang yang tidak pula bisa kami lupakan. 

Saya sekarang masih di Jakarta, anak beranak kembali, tinggal kami di Jalan Lombok no.47 akhir bulan Februari tahun 1950. Perabot rumah disediakan dengan jalan berangsur meadakannya. Sebab tidak perlu terburu-buru sebelum saya dapat pekerjaan yang tetap. Rupanya pembaca, sudah hampir saya di akhir jalannya sejarah ini yang panjang, sampai merembet rembet kepada Negara, tersinggung kepada politik, hampir sejarah ini merupakan dokumentasi pemerintah pula, tapi baiklah yang mengenai cerita tadi kita beri pula nama dalam sejarah hidup ada dokumentasi kekeluargaan kita, hal yang tersebut itu berkali-kali saya ceritakan tidak dapat saya lintasi begitu saja, karenanya anak-anak terlipat dalam kancah perjuangan Negara kita Republik Indonesia. Dibawah ini sekarang akan saya ceritakan hal-hal menentukan pekerjaan dimana segala keluarga berada pada tahun permulaan kemerdekaan penuh kita.

Pertama kita kembali kepada anakanda Zainuddin dia gugur sebagai bunga bangsa bermakam di Paree desa Ngoro namanya. Kita berdoa untuknya. Saudara R. Sanoesi dan Dalima dengan anaknya juga termasuk putri kecil yang diceritakan dalam cerita ini juga berada di Surabaya, Sanoesi tetap menjadi skretaris kantor Gubernur Jawa Timur. 
Moehd Rasoel di Surabaya bersama-sama anaknya dan tinggal di jalan Sumatra, dia bekerja juga di kantor Gubernur. 
Juniar dengan suaminya Zainal Zain juga di Surabaya dan tinggal bersama Moehd Rasoel dan pada kemudiannya datang ke Jakarta Zainal berdagang dan telah mendapat rumah. 
Juliar tetap di Surabaya bersama istrinya dan anaknya Erna. Selainnya, kami berada kesemuanya di Jakarta. 
O ya Zaharief berada di Kali Jati Bandung dan sering berada kepada kami, di Angkatan Udara R.I. 
Nazar telah masuk tentara pula dibawah kekuasaan Soefrie, Soefrie masih meneruskan sekolahnya. 
Saya sendiri sekarang bekerja pula di Angkatan Darat T.N.I dibagian Jawatan Topografi dan dapat pula berpangkat Letnan Satu menjadi Kepala Kepegawaian dan Keuangan Topografi untuk seluruh Indonesia. Keadaan kami sekarang berkat keuletan dan taat, menanggung dalam segala haumpama pelajaran telah sampai pada yang dituju. Rupanya perasaan telah ada di Jalan Lombok inilah pula tempat yang terakhir karena pindahan kesana kesini tidak mungkin akan terulang lagi. 

Di jalan Lombok inilah kami mengawinkan Johanna pada pertengahan tahun 1951 dengan Koerwet Kartaadiredja dengan tidak kalahnya pula dengan apa yang telah kami kerjakan selama ini, Anna bekerja pada Kem.Penerangan kita. Perhatian keluarga dan kawan-kawannya juga disertai oleh kawan anak yang lain amat banyaknya. Sekarang tahun yang terasa cepat berputar tahun ke tahun rasanya sebentar saja sudah berpuasa telah datang pula diambang pintu rasanya puasa yang akan datang. Rupanya kalau kita tetap tinggal dalam suatu tempat perasaan lama itu tidak banyak terasa. Saya selalu tournee kian kemari dalam pekerjaan sekarang sampai ke Sumatra di Jawa tidak perlu disebut lagi karena induk semang yang di Topografi ini orang suka berjalan kian kemari. Jawa Tengah disini kampung halamannya Surakarta ini boleh dibilangkan kota tempat makan sehari-hari. Jawa Timur tempatnya berburu, jadi menemui keluarga sekali dalam satu bulan yang ada di Surabaya tetap ada. 
Soefrie pun dalam tahun 1953 telah kawin pula dengan anaknya ex Regent dari Soekabumi yang sama-sama menempuh fakultas di Jakarta. Dia telah mengundurkan diri dari tentara untuk mencapai pangkat Sarjana Hukum di Jakarta dan dapat dia ditempatkan di Kementrian Luar negeri dan lulus dalam Sarjana Hukum itu. Saudara saya yang satu-satunya yang masih ada pada pertengahan tahun lalu berada di Jakarta bersama saya karena dia datang untuk mengurus hal pensiunnya. Rupanya setelah hal ini selesai tidak mau dia ditahan di Jakarta dan berniat akan kembali ke Bukit Tinggi siapa yang akan menjaga rumah orang tua kita tidak ada lagi disana. Sebelum Soefrie ditempatkan di London sebagai sekeretaris pada kedutaan kita R.I, saudara saya Moehd. Said Asin telah berada di Bukit Tinggi. Soefian diwaktu Soefrie ditempatkan di London ikut sekali dengan maksud dapat menerusakn pengetahuannya disana.

Telah berkali-kali saya datang ke Padang - Bukit Tinggi selama saya bekerja di jawatan Topografi A.D. pada bulan September 1956 kami dikejutkan dengan tiligram dari saudara saya di Bukit Tinggi bahwa dia dalam sakit keras dan dalam berkemas akan berangkat , karena adinda Djanewar ikut sekali. Dia sudah lama pula tidak kesana, sambil pula bertemu dengan bako-bakonya yang telah lebih kurang Buki Tinggi ditinggalkannya antara 25 atau 27 tahun tidak pulang. Kami berangkat dengan kapal terbang ke Padang setelah hampir masuk Padang tahu-tahu ibunda Djanewar menjatuhkan air mata teringat pada dahulu kejadian kami bersama. Apalagi setelah sampai di Padang dan Bukit Tinggi. Kami setibanya di Bukit Tinggi hanya mendapati kuburan kakanda Moehd Said Asin yang tanahnya masih merah kami panjatkan doa berdua semoga beliau diberi tempat yang sewajar dengan dia di Alam Baka. Amin. 

Keesokan harinya hari Rabu pergilah kami berdua ke pasar Bukit Tinggi karena bako-bako dari ibunda Djanewar banyak di Pasar. Pada pertemuan ini banyaklah mereka mengekuarkan airmata karena pertama sudah sekian lama baru berjumpa dan mengingat arwah yang terlebih dahulu. Pertemuan serupa ini oleh ibunda Djanewar rasanya tidak dapat dilupakannya selama hidupnya dan keesokan harinya datanglah dia ke kampung karena mereka telah meyediakan pertemuan makan. Ibunda Djanewar berkunjung kesana ditengah-tengah bako-bakonya. Keesokan harinya pula kami melanjutkan perjalanan ke Lubuk Sikaping dengan mobil dan dihari itu juga kami kembali ke Bukit Tinggi. Di Lubuk Sikaping bertemulah pula dengan keluarga dari ibunda Moeni yang masih hidup juga adik dari ayahanda Dt.B.Pandjang yang berdiam disana. Pertemuan dengan karib kerabat ini setelah meninggalkan negeri tempat darah tertumpah telah amat lama sekali mendekati seperempat abad. Di Padang kami kembali bermalam di rumah saudara Djohar sambil menunggu kepulangan ke Jakarta. Ada lebih kurang seminggu kami di kampung. Berada kembali kami di Jakarta setelah meninggalkan anak-anak lebih kurang seminggu karena ibunda Moeni dalam sakit kami tinggalkan. 

Telah kami ceritakan dalam bab diatas dimana mereka meninggal dunia jadi tidak perlu lagi diulang disini. Kepada akhir sejarah ini baik juga saya terangkan yang bahasa ibunda Djanewar setelah Ratna Sari lahir tidak lagi beroleh keturunan kemungkinanan tua telah mendatang. Dua belas tahun umur Lily (Ratna Sari) sampai pada akhir penutupan jalan roda sejarah ini dan kami pun tetap menambah bakal untuk perbekalan hari kemudian dengan banyak-banyak beribadat. Ada juga kami berikhtiar akan hijrah ke lain kota dengan akan menjual rumah yang sekarang di jakan Lombok no.47 tapi niat ini rupanya tidak dikabulkan oleh Allah. Rupanya di Jakarta tempat menunggu saat penghabisan.

Sampailah kami diakhir jalannya roda perjalanan sejarah kami dan sebelum nanti akan menuliskan amanat penting kepada cucu kami sebagai penutup, marilah kita bersama kembali mengingati kepada arwah orang tua-tua kita yang terdahulu memohonkn doa selamat kepada Yang Maha Kuasaagar beliau-beliau mendapat kelapangan di Alam Baka dan terjauh dari rintangan dan jawaban di Amal Masyar. Amin.Amin. Setelah itu pula kita ingati pula seorang ibu yang masih merindukan anaknya yang belum sekali juga dirawatnya yang berpisah dari anak-anak lain juga belum menghirup kebesaran mereka kesemuanya yaitu meninggal dunia di Bandung pada tanggal 4 April 1937 dan pada saat itu pula seorang bayi kecil muncul ke dunia ini juga pada tanggal yang sama tidaklah dapat oleh anak-anaknya melupakan kedua kejadian ini yaitu ibunda Rabiah dan Sofia Fieteke. Kepada sekalian anak-anaknya saya serukan agar kamu kesemuanya memanjatkan doa menadah tangan bermohon kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa agar ibunda kamu mendapat tempat disisiNya. Amin.Amin Yarabullallamin. Sebagai penutup kata dibelakang ini seruan amanat kepada cucuku yang tercinta agar kepadamu dipegang teguh dan pada waktu berguna kamu buka kembali sejarah dan tambo ini. 

Sekian.

Masa Perkembangan Kedua - Anak ke 11 dan ke 12

Anak ke-11 Zainal Arifin

Kita meningkat ke tahun 1943, ibunda Djanewar sekarang dalam hamil. Pada tanggal 27 Desember 1943 lahir pula seorang anak laki-laki kami beri nama Zainal Arifin. Dalam tahun 1943 inilah saya datang ke Jakarta mengantarkan romusa yang akan dikirm ke Sonanto (Singapura) sebanyak 1500 orang. Perjalanan ini dilakukan dengan K.A. Dua malam dua hari baru sampai Klender Jakarta. Makanan untuk mereka ini dimana telah disediakan oleh kantor yang sama juga di keresidenan2. Lima belas hari jalan pulang balik dengan melalui Bandung kembali saya ke Malang kembali. Di Jakarta saya datangi sdr. Roesli yang tinggal di gang Tengah Jatinegara. 

1944 – Peperangan Asia Timur Raya berjalan terus pada permulaan tahun 1944 api peperangan telah ada balas-membalas di pasifik. Anna dalam pada itu telah memasuki sekolah menengah, Soefian telah mulai disekolahkan tinggal saja yang dirumah Sjafrie dengan adiknya Arifin.

1945 – setelah Arifin lahir kita masuki tahun 1945. Arifin nana kecil Pipin telah meningkat ke umur setahun. Kami tetap tinggal di jalan Immamuradoori (Kertanegara) dekat betul dengan station Malang. Rupanya bagi manusia diatas dunia ini, kesenangan, kemenangan, kekayaan tidak tetap, sebagai roda dunia berputar. 

Api peperangan Jepang degan kemenangannya yang gilang gemilang tahun-tahun terhenti dalam bulan Agustus 1945 Jepang menyerah kalah, sebab menurut berita radio negeri Jepang kejatuhan bom atom di Hirausima. Dalam pada itu pemimpin-pemimpin Indonesia di Jakarta bekerja keras dengan tidak memikirkan diri sendiri pada tanggal kramat 17 Agustus 1945. Pemimpin besar kita Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan Indonesia Merdeka; akibat-akibat yang lain akan kia bersama tanggungkan. Keadaan diwaktu dimana-mana saja lebih-lebih ditanah Jawa amat bergembira dan kecewa bakal apa nanti yang akan datang, tapi rakyat dengan dada yang tenteram. Disini sana kedengaran Merdeka, Merdeka!

Kita bangsa Indonesia setelah ini telah merdeka dari Sabang sampai Merauke, yaitu Hindia Belanda dahulu. Jepang kalah zonder sarat dan Sekutu akan datang ke Indonesia melucuti senjata Jepang dan menawan mereka, dalam pada itu kita bangsa Indonesia telah lebih dahulu sedikit bersedikit dengar Pemuda telah dapat melucuti Jepang dan mereka telah mempunyai senjata, yang merupakan senjata ringan saja. Pekik merdeka berkumandang di udara. Pengorbanan bakal banyak akan terjadi ini terlebih dahulu kita telah pikirkan. Mendaratlah Sekutu di Tanjung Priok Jakarta dan dengan tidak disangka-sangka beberapa Belanda membonceng sebagai kenek sopir mobil datang kembali. Banyak dari mereka dikenal oleh penduduk, disinilah asal muasalnya perlawanan terjadi. Terjadilah pendaratan ditiga tempat negeri (kota) yang ditepi laut Jakarta, Semarang dan Surabaya. Diketiga tempat itulah kenek mobil sopir tadi ikut membonceng rupanya telah pula dipersenjatai. Karena korban sudah ada yang jatuh, maka dimana-mana telah diadakan Palang Merah dan saja telah pula menggabungkan diri dalam bulan September 1945 di Malang. Ad juga Belanda ini 2 atau 3 orang sampai ke Malang hanya melihat tawanan di kamp perempuan untuk dapat dikembalikan ke Surabaya ke kapal agar dapat dikirim ke tempat dimana suami-suaminya. Dimana-mana panik dengan kedatangan Belanda pembonceng tapi mereka kebanyakan di negeri yang ditentukan tadi. Mulai bulan Oktober 1945 pertempuran dimana-mana telah terjadi sebab Belanda akan memulai menjajah kembali. Mereka sudah banyak dalam ketiga tempat itu dan kita Bangsa Indonesia tidak akan mundur, kalau mundur berarti mati.
Surabaya mulai bulan November 1945 digempur sekutu besar-besaran karena kiat tidak mau menurut kemauan mereka. Disinilah terjadinya anak-anak kami menginjakkan kakinya dalam kancah brontak Soefrie, Juliar, Zaharief dan Zainuddin. Keluarga R.Sanoesi mengungsi ke Malang karena kantor Gubernur diungsikan sampai kemari dan kantor2 lain di Surabaya ada yang ke Mojokerto dan sekitarnya. Kita bangsa Indonesia telah siap pula membuat pertahanan rakyat berbondong kita menjadi pembela yang dipelopori oleh Peta yang dipelajari oleh Jepang tempo hari. Karena mempunyai senjata yang lebih modern kita mengundurkan diri dari Surabaya yang terlebih dahulu separo Jepang oleh mereka di Surabaya telah dibawa dengan kapal. Tinggal lagi yang kebaykan di pedalaman. Sekutu dan Belanda telah menduduki Surabaya kita mempertahankan disekitarnya. Setahun lamanya Belanda memperkuat diri sekarang kita memasuki tahun 1947. Kami masih tetap di Malang tinggal di Jalan Kertanegara. Api pemberontakan kita bangsa Indonesia menjadi-jadi pemuda tidak alang kepalang memasuki kancah perjuanagan ini, musuh kita Belanda hanya sampai diketiga tempat tadi. Dalam tahun inilah bulan awal Juni Juniaar kami kawinkan dengan Zainal Zain orang Minang yang berasal dari daerah Pariaman tapi dibesarkan di tanah Jawa. Anak yang berasal dari daerah Pariaman tapi dibesarkan ditanah Jawa. Anak pertama dikawinkan kesemua kelaurga ada bersama di Malang, uang kami cukup boleh dibilangkan segala ada dapat pula dimengerti bagaimana besarnya perhelatan ini, kawan kawan hamper kesemuanya datang. Perhelatan ini diadakandi jalan Kertanegara 3. Ibunda Djanewar sebelum itu telah dalam berat kembali dan sebelum Juniar dikawinkan ibunda Djanewar dirumah sakit Rampal telah melahirkan.
Anak ke-12 Sitti Murni Zoraida Joesoef

Pada tanggal 8 Juni 1947 lahirlah di rumah sakit Rampal seorang anak perempuan kami beri nama Sitti Murni Zoraida Joesoef dalam rumah sakit tadi ibunda Djanewar dibidani pula oleh anakanda Juniar yang dalam itu dia telah belajar sekolah kejurusan itu.
Korban-korban perjuangan dari sekitar Surabaya telah banyak yang jatuh dan dikebumikan sebagai bunga bangsa di Malang. Tentara Jepang telah diurus oleh tentara rakyat kita pula mengirimkan kepada Sekutu, tidak mereka dibenarkan datang ke pedalaman, bangsa Belanda yang masih ada dalam tawanan kita berangsur-angsur pula oleh Palang Merah Indonesia kita mengirimkan dengan K.A ke Jakarta. Nica Belanda telah membuat pula semaunya di tempat-tempat tadi yang didudukinya terutama Jakarta, hebat perjuangan kita terhadap mereka. Tadi telah saya ceritakan Soefri, Juliar, Zaharief dan Zainuddin terus berjuang di medan depan sekali-sekali tempo mereka pulang. Pada rombongan yang penghabisan pengiriman tawanan Belanda ke Jakarta ikutlah saya sebagai misi Palang Merah Indonesia ke Jakarta. Tidak saya sangka apa yang akan terjadi dan apa pula niat mereka Belanda setelah orangnya kesemuanya telah berada di Jakarta. Saya berangkat ke Jakarta dengan K.A meninggalkan anak-anak kesemuanya di Malang. Misi kami mengantarkan lebih dari 2000 tawanan Belanda ke Jakarta via Jogjakarta dan Cirebon, pada akhir bulan Juni 1947. Setelah kami berada di Jakarta diakhir bulan ini pada tanggal 23 Juli 1947 saat kami akan kembali ke Malang, Belanda mengadakan aksi pertama katanya akan terus mendobrak pertahanan kita, saja berada di Jakarta , bagaimana pula anak-anak ditinggalkan di Malang, kedua kalinya hal ini terjadi pada saya.
Cerita tadi menurut saya sudah hampir memasuki dokumentasi pemerintah yang tidak ada sangkut pautnyadengan sejarah keluarga tetapi hal-hal ini tidak dapat saya tinggalkan begitu saja, telah saya katakan dengan peperangan dan pemberontakan rakyat tadilah tersangkutnya perpisahan dan pertemuan anak-anak saya dan keluarga kesemuanya. Jadi tidak ada buruknya cerita ini masuk pula dalam sejarah kita. Aksi pertama telah diadakan Belanda saya tertahan di Jakarta, bagaimana akan kembali, Malang telah diduduki Belanda. Terlonta-lontalah saya di Jakarta di rumah Palang Merah Indonesia ditawan Belanda pula, karena segala yang berbau R.I ditahan mereka kesemuanya. Pertempuran mempertahankan Negara berjalan terus, walaupun ada Negara kita ke Jawa Timur walaupun menelan beberapa kejadian, pertolongan dari pihak mereka, karena banyak Belanda yang tahu kepada saya yaitu yang dari tentara KNIL dahulu, saya bersama dokter Hassim Syahab dapat naik kapal terbang kembali ke Surabaya. Sehari dua kami di Surabaya dengan kendaraan mobil truk Tiong Hwa Palang hijau mereka dapatlah kami berdua datang di Malang, malang sunyi senyap disore itu dengan hati berdebar-debar saya pulang ke Kertanegara dengan melalui beberapa pos penjagaan Belanda. Sampai dirumah keluarga tidak ada selain Soefri dan Nazar yang saya dapati. Menurut Soefrie ibunda anak-beranak dan ayahanda bunda mengungsi mula2 ke Sukun bersama Roeslan dan Roesli dan waktu Belanda menduduki Sukun maka mereka teruskan mengungsi ini jauh ke pedalaman menurut cerita ke Madiun. Baiklah saya pendekkan pengalaman ini setelah ketemu kami berada di Blitar. Dari Blitar inilah saya bersama Nazar masuk kembali ke Malang, mengambil apa yang dapat kami bawa pecah belah ke Blitar, lumayan juga kembali ini. Setelah saya kembali ke Blitar Soefrie tertangkap oleh Belanda dan Nazar ketika akan kembali kedua kalinya tertangkap pula. Sedangkan kami sekeluarga berada di Blitar bertempat tinggal di ruang sekolah. Adinda Moehd. Rasoel waktu kami di Blitar ini kami tinggalkan Madiun dan setelah itu ditempatkan di Jogjakarta, waktu dia datang ke Blitar diajaknya kami ke Jogjakarta, kami pindah kesemuanya Ibu kota R.I. Juniar dengan suaminya Zainal Zain dan anaknya pun pindah pula ke Jogjakarta. 

Disinilah kami kesemuanya tinggal di Ngasem selain dari Soefrie dan Nazar yang masih ditahan Belanda. Di ibukota inilah kami berada meneruskan sejarah senang tidak susah pun tidak, bekerja saya masih di Kem.Perburuhan tapi hanya datang saja ke kantor dengan tidak ada yang dikerjakan, maklum kesemua pegawai dari mana saja yang termasuk perburuhan menggabung menjadi satu penuh sesak pegawai gaji dibayar terus. Hidup untuk makan tidak begitu disusahkan karena kami pun banyak menaruh apa-apa yang dapat akan dijual selain gaji. Ada kira-kira setahun kami di Jogjakarta ini terjadilah perpindahan kerja saya masuk dalam kementrian Pemuda yang mengurus transmigrasi rakyat untuk luar Jawa. Kontak Indonesia-Belanda diadakan, waktu itu banyak di kantor kami yang dapat berangkat ke Jakarta dan dapat tempat diluar Jawa. Perundingan terdapat saya ditempatkan di Bukit Tinggi bagian tersebut. Tadi tapi bagaimana akan sampai ke Jakarta saja, resiko sendiri, dari Jakarta telah dapat ladenan yang sempurna oleh perwakilan kita R.I. hal serupa ini saya rundingkan kepada ibunda Djanewar yang dia mufakati. Ayah bunda Dt.B.Pandjang dalam pada itu telah kembali ke Blitar bersama Dalima, sebab sdr. R Sanoesi masih tetap menjadi Sekretaris Gubernur Jawa Timur yang bermarkas di Blitar. Soefrie setelah menjalankan masa tawanan hampir 10 bulan dapat lepas dan datang ke Jogjakarta tepat waktu kami akan bersiap-siap berangkat. Juliar dalam pada itu sebelum kami berangkat kawin dengan keluarga yang lama kami kenal diwaktu bersama di Surabaya. Juliar kawin dengan Wien teman sekolahnya dahulu, ibunda Djanewar dari Jogjakarta menghadiri perkawinan ini di Kediri. 

Waktu kami berangkat ke Jakarta melalui Gombong Soefrie dan Soefian lah yang mengantarkan kami dengan kawan-kawannya pula sampai-sampai ke perbatasan. Tidak berani kami membawa dia berdua karena menurut berita kita, kalau pemuda tentu akan ditangkap Belanda, kami tinggalkan Soefrie, Soefian diperbatasan Kemit nama kampungnya daerah tidak bertuan dan dari sini kami harus diantar oleh penjaga kita dengan bendera putih ke pos Belanda. Hampir-hampir tidak diperbolehkan mereka kami masuk, karena waktu telah ampir sore karena perjanjian lewat jam satu tidak ada lagi menerima orang, sedangkan kami telah hampir jam setengah tiga sampai disana, karena kami membawa anak kecil Nini dan panasnya tempat itu tidak tertahan kami diperbolehkan masuk ke Pos mereka. Jam lima kami dibawa dengan truk ke Gombong 15 KM dari tempat tadi dan ditempatkan di tempat tahanan orang-orang yang akan ke Jakarta. Malam itu telah dapat kami kabar yang bahasa Nica-nica itu kebanyakan dari anak-anak Indo Padang, salah satu dari mereka datang kepada kami bertanya ini dan itu, rupanya beberapa dari mereka mengenal saya dari mana saya dahulu bekerja dan hal ini dilaporkannya pada atasannya. Pendeknya saya dipekerjakan kembali karena komando Gombong mengenal baik saya kawan sepermainan olah raga di Padang dan Aceh pada sebelum perang. Bagaimana saya akan mengelakkan tidak, dan terkadaslah maksud perjalanan ke Sumatera Barat bagian transmigrasi rakyat tadi. Dengan mendapat apa yang diperlukan rumah persekot gaji mulai saya bekerja, kerja lama sebelum perang dan takjub pulalah baas baru ini yang orangnya kebanyakan tentara sedang perang orang baru saja, beberapa yang tinggilah yang masih tenaga lama. Tidak lama kami di Gombong pada aksi kedua tgl 18 Desember 1948 Belanda melanjutkan doorstoottnja ke Jogjakarta, malam yang tidak dapat saya lupakan waktu itu. 
Mereka mulai bergerak dimalam hari, kepada anak2 Nica-Padang tadi telah saya pesankan andai kata bertemu dengan anak saya si ini si itu dan potretnya diberikan sekali, bawa kembali kepada kami. 

Dua hari setelah dimulai aksi kami berangkat ke Magelang, karena Magelang telah ditinggalkan oleh kita R.I. Di Magelang kami pula berada anak beranak. Tinggal dirumah opsir yang masih utuh. Sedih kita melihat keadaan kota Magelang diwaktu itu, puing rumah yang banyak tinggal. Tawanan banyak yang saya lepaskan kebanyakan dari mereka pemuda kesemuanya. Alasan dari saya karena pemuda ini banyak yang anak dari teman saya yang berada di Ibukota Jogja. Kalau tidak dilepaskan harus saya juga ditawan sekali, karena anak-anak saya pun turut berjuang pula menegakkan Negaranya sendiri. Dari Magelang inilah kami dapat membaca surat kabar, yang bahas sdr.R. Sanoesi telah ditangkap Belanda kembali bersama Pemerintah RI yang ada. Mereka ditempatkan kembali di Surabaya dan Dalima da ayahanda bunda berada kembali bersama anak2 di Surabaya. Pun Soefrie, Soefian, Nazar berada kesemuanya disana. Zaharief menurut berita dan surat setelah itu kami dapati berada di Nganjuk dengan istri dan anaknya di kampong istrinya. Tidak lama kami di Magelang dipindahkan ke Semarang ditempatkan dikantor yang lebih ramai pekerjaannya.

Masa Perkembangan Kedua - Anak ke 10

Dalam masa perkembangan tadi kita ceritakan bahwa ibunda Rabiah tidak ada lagi berada disekitar anak-anaknya, baru saja kami pulang kembali mengebumikan jenazahnya. Tinggal kami berduka cita yang tak terhingga dengan memangku bayi kecil itu, diberi nama Fieteke Sofiati, bayi yang belum menikmat kasih sayang ibunya. Dikala ibunda meninggal tadi saya masih bekerja di Tjimahi di garnizoen garnitropen. Ketidak datangan saya di kantor selama dua hari oleh kawan sekerja yang di DvO dimintakan permisi per telepon apa yang lantaran sebabnya dan setelah saya kembali baas dan kawan2 memberi salam turut berduka cita. Saya dalam sepekan itu diperbolehkan telat masuk ke kantor guna mengurus karena ibunda Moeni sudah tidak sanggup rasanya dipagi hari memandikan dan menukar kainnya si bayi. Terpaksa saya mengerjakan ini terlebih dahulu serta membendungnya sekali. Sebab sudah pada tempatnya pula seorang ayah bisa mengerjakan sedemikian.
Marilah kita teruskan fase perkembangan kedua seterusnya. Hampir sebulan lebih kurang setelah kejadian yang tidak dapat kami lupakan seumur hidup kami, datanglah perubahan. Saudara Rd. Sanoesi dengan istrinya Dalima datang ke Bandung mengunjungi kami anak beranak. Kami masih tetap berdiam di rumah lama di Djelekong. Dengan permufakatan kami bersama, ayahanda dan ibunda melihat ibunda Moeni tidak akan sanggup rasanya mengurus seterusnya bayi kecil ini, Fieteke akan dibawa mereka ke Surabaya. Rupanya perundingan yang lain tidak setahu saya telah diselesaikan pula oleh mereka. Tidak lama di Bandung saudara R. Sanoesi dan Dalima kembali ke Surabaya dan tidak berapa lama setelah itu adinda Moeh. Rasoel menyusul kesana karena telah dapat bekerja di Surabaya. Dalam bulan Juni 1937 itu juga datanglah adinda Djanewar bersama anakanda Zainuddin dan dapatlah dia bersama Moeh. Nazar bersekolah kembali. Pada tanggal 12 Juni 1937 dilangsungkan perkawinan kedua dengan adinda Djanewar di Djelekong Bandung, kata rang di Minang: Mengganti lapiak. Adinda Djanewar lah yang rupanya akan meneruskan sampan hidup yang masih terkatung-katung di lautan penghidupan ini. Serta menjagai anak-anak yang banyak ini. Lubang-ubang yang tinggal masih ada yang belum ditutupi walaupun bagaimana dianya teliti dalam mengendalikan hidup sejarah sebab di Surabaya sudah pula mengetahui asinnya garam ketika bersama tinggal bersama Dalima yang keadaan tidak banyak bedanya, sebab Sdr .Sanoesi pun pegawai pemerintah juga, namun mau tidak mau Djanewar terpaksa menjalankan roda keadaan tadi. Sedikit ada perubahan. Pertama-tama terniat oleh ayahanda akan pindah dari rumah Djelekong ini karena beberapa anak-anak sering beriba hati mengenang ibunya yang telah meninggal. Niat beliau itu kami setujui sepenuhnya dan beliau telah mendapat rumah mendekati tengah kota Bandung di jalan Paledang di belakang hotel besar letaknya di tengah-tengah keramaian kota. Sedangkan sekolah anak-anak yang sekarang untuk yang besar sudah meningkat ke sekolah menengah tidak berapa jauh letaknya dari rumah. Kami pindah dari Djelekong ke Jalan Paledang no.1 walaupun beberapa kawan-kawan yang membilangkan bahwasanya rumah itu ada penghuninya. Tetapi berdiri pada kebenaran dan menuruti pesuruh Tuhan, mudah2an segala pembicaraan itu tak akan terjadi. Rumah lama kami serahkan kembali kepada hartawan dermawan tadi walaupun telah banyak uang kami terhambur di rumah itu. Setahun setengah kami berada di Jalan Paledang saudara R. Sanoesi bersama Dalima datang meliati kami sambil membawa Fieteke dan berziarah ke makam ibunda Rabiah. Tempat saya bekerja tidak berubah, masih di Tjimahi pula yang mana setiap pagi berangkat naik sepeda dan melanjutkan perjalana dengan KA ke Tjimahi yang tempo2 tidak jarang melanjutkan dengan sepeda ke Tjimahi. Diwaktu kami di jalan Paledang lah ibunda saya sendiri berada di Bandung tinggal tidak jauh sejajar dengan kami beliau menjaga cucu-cucu, beliau yang diceritakan dahulu kemenakan saya sendiri Djubok bersama suaminya yang mengikuti kursus guru tinggi di Bandung. Moh Nazar pula namanya keponakan sendiri dari ayah si Djoebok ipar saya. Ibunda saya sendiri menahannya karena di rumah di Bukit Tinggi banyak pula yang masih diurus beliau cucu yang lain masih ada dan dirumah tidak ada pula untuk menjaganya. Setahun setelah kami bersama, beliau kembali ke Bukit Tinggi dengan perasaan yang sedih serasa bagi saya inilah yang penghabisan pertemuan kami. Nazar dan Djoebok dalam masa itu masih di Bandung sebab kursusnya belum selesai dan harus menanti tempatnya yang baru. Dalam masa itu ada pula saudara Roesli berkunjung ke rumah kami yang di Jalan Paledang becuti dianya ke Bandung sampai kami beramai-ramai naik kuda, mandi-mandi di Marabaja Bandung. Air panas mujarab untuk mandi. Pertengahan 1938 Nazar suami Djoebok lulus dalam kursusnya dan dipindahkan ke Banjarmasin Borneo dan istrinya untuk sementara waktu tinggal di Bandung sampai mendapat rumah. Djoebok adalah kemenakan saya anak dari saudara saya yang tertua, dia ini banyak meninggalkan keturunan. Rumah di Banjarmasin tidak berapa dari berangkatnya telah dapat dan saya sendirilah yang mengantarkan sampai ke Surbaya dan dari sini dia anak beranak naik kapal ke Banjarmasin.
Selama adinda Djanewar berada di Bandung banyak pula kesusahan2 yang dihadapannya pendek kata kedua periode ini berjalan bersamaan akan tetapi dia ulet menjagai anak-anaknya. Kedukaan ini kami berdua harungi ,mudah-mudahan selamanya juga sampai yang dituju. Hampir masuk tiga tahun kami bersama tinggal di Jalan Paledang, Juniar dalam pada itu meneruskan sekolahnya ke Surabaya, Soefri dan Juliar menamatkan MULOnya di Bandung dan anak-anak yang lain terus bersekolah di Bandung. Kami memasuki tahun 1939 setelah kami tiga tahun berdiam di Jalan Paledang, kami dikejutkan dengan peperangan di benua Eropa.
Mei 1939 negeri Belanda diserbu oleh tentara Jerman, Hindia Belanda Indonesia kita sekarang Belanda nya kucr-kacir. Di Bandung di pusat pemerintahan diadakan segalanya yang harus diselesaikan. Saya dalam pada masa itu di Tjimahi sedang mencari siasat akan berkumpul kembali dan mencari akal supaya dapat pindah dari Bandung. Oleh karena tentara Belanda memperkuat tempat duduknya dimana-mana ditambah tempat-tempat kedudukan mereka dan terbuka pulalah tempat terluang di Surabaya. Dalam bulan Oktober 1939 yang mana peperangan Eropa masih terus dan Jepang telah pula mengikuti Jerman dan dapatlah saya dipindahkan ke Surabaya dan menumpang di rumah saudara R. Sanoesi di Sawahan Surabaya. Keadaan berjalan terus peperangan makin mendahsyat kita memasuki tahun 1940. Peperangan telah menjadi peperangan dunia telah merembet sini dan Indonesia kita. Belanda seperti tadi diceritakan telah setahun bersiap-siap memperkokoh kedudukannya di Hindia Belanda. Kepindahan telah dijalankan dengan tidak memperhitungkan akibat-akibat lainnya. Jepang telah memaklumkan perang Asia Timur Raya, Belanda tidak boleh tidak termasuk dalam kancah ini. Pada tanggal 8 Desember 1941 Belanda terpaksa memaklumkan perang pula terhadap Jepang. Pada hari itu pula lah segala rahasia pindah perang harus dibuka dimana masing-masing mereka jikalau perang jadi ditempatkan. Dimana saya karena saya termasuk dalam rahasia pindah perang ini. Pada tanggal tersebut diatas hari itu juga mesti berangkat dan ditempatkan di Madura Bangkalan. Paling lambat setelah dibukanya surat rahasia kita masing-masing siap untuk menunaikan tugas dan saya berangkat di pagi hari itu ke Madura melalui Kamal bersama-sama tentara Belanda KNIL yang lain-lain meninggalkan keluarga dan begitulah juga yang menerima tugas perang ini.

Djanewar saat itu saya tinggal dalam berat hamilnya.
Pada tanggal 27 Desember 1941 lahirlah seorang anak kami laki-laki dan kami beri nama Sjafrie Joesoef. Sempat juga saya datang ke Surabaya di C.B.Z dimana adinda Djanewar melahirkan. Keadaan kota Surabaya suram yang banyak berkeliaran hanya tentara yang berbaju hijau saja. Dimana-mana terlihat oleh kita asap yang naik ke langit apakah akan atau telah diadakan bumi angus tak dapat kita ketahui, tapi pengungsian sudah dimulai. Api peperangan telah berkobar, rakyat Kuning telah memasuki tanah Melayu dengan maksud pertama mendatangi Singapura. Dalam pada itu tentara Belanda di Madura bersiap-siap mundur ke Jawa kembali jauh ke Jawa Timur ke kaki gunung Semeru akan bergerilya. Rupanya Belanda sulit akan mempertahankan Hindia Belanda nya yang luas ini yang beratus ratus pulau. Ambon yang kuat pula pertahanannya telah diincar oleh Jepang, mereka telah sampai dekat perairan Makassar. Singapura pertahanan terkuat oleh Inggris jatuh dan Hindia Belanda menanti saat nyawanya terbang. Kami yang tadinya akan ke gunung Semeru tertahan dan berkampung di Malang. Dengan jatuhnya Singapura tadi Jepang telah mendekati tanah Jawa ditiga tempat mereka mendarat, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Diwaktu dilemparkannya bom pertama di Surabaya masih sempat saya datang kesana meliati anak-anak, kabar konon bom jatuh kedekat rumah kami di Baluran, betul juga setelah dimalam itu berada di Surabaya sesampai disana sunyi senyap dan mereka sudah tidak ada lagi di rumah. Malam itu setelah melihat kejadian ini saya teruskan lagi ke Sawahan tempat sdr R. Sanoesi dan saya dapatilah sekalian mereka itu berada disana. Kesemua anak-anak ada selain dari Juliar, karena dia terpaksa mengikuti L.B.D dan saya tidak dapat mengetahui dimana dia berada. Keesokan harinya pagi-pagi baru saya kembali ke pos saya di Malang karena saya berdiam dalam tangsi tentara Belanda bersama-sama yang lain. Jam malam oleh Belanda telah lama diadakan dan kalau keluar dari tangsi harus terlebih dahulu angka-angka jawaban pertanyaan. Diwaktu ini pulalah saya dipagi hari dapat bertemu dengan saudara Baharuddin suami Fatimah anak beliau Sjech Djamil Djambek Bukit Tinggi membilangkan mereka tinggal di jalan gang Arjuna. Untuk malam akan meninggalkan tangsi keadaan sudah genting betul. Jawa Timur dimasuki tentara Jepang akhir bulan Januari 1942 dan awal Februari Jepang telah sampai ke Kediri.
Keterangan – keterangan peperangan ini sebetulnya tidak termasuk dalam sejarah roda penghidupan kami, akan tetapi dengan keadaan peperangan ini kami bercerai – berai kembali mau tidak mau peperangan ini terpaksa dimasukkan. Marilah kita teruskan kembali. Bersama yang diam di tangsi ada juga kawan yang di militaireseer dan kami kesemuanya sudah bersiap pula adalah kata nanti tertawan baju preman telah berada dalam zak kami masing2 dan kami bersiap sudah barang yang ada telah dikeluarkan ke kampung Loewuk Waru ditempat salah seorang teman. Uang dikantor bertumpuk-tumpuk tapi bagaimana akan membawanya sekaliannya uang perakan kertas telah dikemasi oleh Belanda baas masing2. Ini pula kelicikan Belanda di waktu perang karena keluarga mereka berkeliaran diluar dan kota yang berdekatan. Keesokan harinya setelah saya menitip barang – barang yang ada, jam 10 pagi Jepang memasuki Malang dan terus ketempat kami, komandan pasukan ini mengambil tempat dimana tempat komandan kami di dalam tangsi. Sorenya kami diberi penerangan tidak boleh meninggalkan tempat lagi dan siapa siapa tentara Belanda yang diluar harus sore itu juga kembali. Saya dan beberapa kawan tadi telah diceritakan telah siap dengan pakaian sipil kami. Kami semua rupanya di interneer dan penjagaan Jepang telah diadakan. Saya beberapa hari setelah itu keluar sebagai seorang pekerja di sore hari dan setelah melalui jaga, menerangkan saya sebagai pekerja diperbolehkan lekas keluar dan berada di rumah karena jam telah menunjukkan waktu malam, terlepas saya dari sini dan beramai-ramailah kami yang seperuntungan menepat di Luwok Waru itu.
Malang sepi seperti kuburan di tengah malam, kami sore itu menjelang malam termenung semuanya mengenangkan anak istri yang jauh dari kami karena segala perjalanan terputus akiat bumi angus Belanda. Ke Surabaya di Porong jembatan K.A didinamit oleh Belanda terputus dan akan berjalan kaki amat jauh mobil jauh dari ada. Terpaksa kami menunggu nasib di Malanag. Tiga hari kami kesemuanya tidak keluar hanya duduk termenung makan dan tidur. Bagi saya, teringat perktaan sdr. Baharuddin yang bahasa dia tinggal di gang jalan Arjuna. Saya beranikan diri di siang hari bersepeda mencari rumah sdr.Baharuddin dengan cepat dan saya dapati dirumah hanya istrinya sedangkan dia dikantor masih bekerja karena kantornya masih buka. Hari itu juga saya pindah ke rumahnya di sore hari dan malamnya mendapti kabar bahwasanya Juliar anak saya berada di Sukun di asrama L.B.D. Paginya saya jemput dan bersamalah kami di rumah sdr.Baharuddin.
Ketika perhubungan Malang – Surabaya pulih kembali dengan arti KA. hanya sampai Porong saja sebelum station dari sini penumpang harus jalan kaki melewati jembatan kali Porong untuk menggabungkan kembali pada K.A yang meneruskan ke Surabaya.
Perjalanan ini hampir memakan hari sehari sorenya kami sampai hanya di Wonokromo tidak boleh sampai stasiun Gubeng sebab jembatan dirusak pula. Kini kami harus meneruskan perjalanan ke Sawahan dihari hampir jam malam yang diadakan Jepang, Mau tidak mau kami teruskan perjalanan ini berdua berjalan kaki san barang2 dengan sepeda. Jalan sepanjang Wonokromo – Sawahan sunyi gelap seorang manusia tidak bertemu di jalan. Perjalanan diwaktu damai tidak sebegitu jauh, sekarang serasa berpuluh-puluh K.M rasanya apalagi sunyi. Hampir kami sampai di Sawahan kami dikagetkan oleh penjaga Jepang yang berjaga sekat rumah Sanoesi. Sebab disebelah di rumah sdr. Sanoesi ini ada rumah sekolah yang dipergunakan oleh Jepang tempat menyimpan alat-alat perang. Dalam ketakutan itu kami meceritakan, bahwa kami datang dari Malang dan akan kembali ke rumah sebelah ini. Dengan tidak diduga-duga rupanya ada dari mereka yang mengetahui bahwasanya saya orang tua dari Soefrie dan kami diantar dengan baik ke rumah. Dirumah kami dapati kesemuanya anak-anak dan percakapan malam itu sampai menanyakan ini itu. Soefrie rupanya menjadi tolak marka Jepang,itulah sebabnya kami diperlakukan baik oleh serdadu Jepang. Dalam penjagaan tadi. Sekarang berada kembali di tengah-tengah keluarga.
Surabaya kota mati ketika itu, perdagangn lumpuh kesemuanya, kantor2 banyak yang tidak dibuka, toko2 tertutup sebab empunya hampir kesemuanya mengungsi ke lain tempat. Rupanya kepada mereka yang kantornya masih tutup, pendeknya yang berinduk semang dengan Belanda sulit akan dapat bekerja kembali ataupun menggabungkan dengan kantor yang lain orang dalam ketakutan kesemuanya. Sekolah – sekolah pun hampir kesemuanya pula masih tertutup apalagi kalau ada berguru bangsa Belanda juga disebabkan murid-murid banyak yang belum kembali ke kota dibawa oleh orang tuanya masing2 mengungsi. Saya menganggur beberapa lama tetap dirumah dan tempo-tempo jalan melihat keadaan sekitar Surabaya pada kantor2 yang masih tutu apalagi kantor yang semacam saya sendiri. Menjelang hampir dua bulan baru terbaca di surat kabar yang sebulan yang lalu terbit kembali, bahwa kepala mereka yang kantornya masih tertutup atau belum dibuka dan pegawai2 belum bekerja harus mendaftarkan diri dan dapat pula akan diberi tunjangan di tempat mereka asalnya. Disamping itu pula dapatlah saya kembali ke Malang. Berkebetulan saja ada konvoi Jepang yang disebelah rumah yang akan ke Malang, dapatlah kami menumpang dan ikut pula ayahanda Dt.B.Pandjang untuk melihat-lihat keadaan disana. Di Malang di tempat lama di kantor Balai Kota setelah mendaftarkan diri, betul saja mendapat tunjangan keeseokan harinya dengan oerjanjian kalau ada panggilan harus bekerja kembali, tapi kapan panggilan itu belum kami kesemuanya dapat ketahui. Dua hari saya di Malang dan kembali menanti panggilan ke Surabaya. Surabaya kata saya tadi kota mati dimana-mana kita melihat asap, asap bekas bumi angus dan sedikit bersedikit mereka yang menguasai kembali.
Perundingan kami di rumah baik bersama kita datang kembali dengan anak2 yang belum bersekolah selain yang bekerja. Kami berangkat ke Malang. Soefrie dengan kakaknya Juniar telah dapat bekerja di jawatan listrik dalam tingkatan yang tinggi. Di Malang kami anak beranak menumpang di rumah saudara Baharuddin, yang sementara itu telah mendapat yang sedikit besar dari lama di gang situ juga. Dua hari kami di Malang kepada siapa-apa yang telah mendapat tunjangan harus dengan perintah Jepang bekerja kembali di Balai Kota Malang, rupanya guna mengurus pendaftaran Bangsa Asing terutama bangsa Belanda. Kami, yang kebanyakan berasal dari kantor tentara Belanda kesemuanya bekerja disitu ada juga mereka dari kantor lain tapi mereka satu persatu kembali ke kantor lamanya karena kantor itu dibuka kembali dengan di kepalai oleh bangsa kita Indonesia, kesemuanya kami ada 40-50 orang. Gaji tetap dibayar seperti biasa, gaji lama dari yang Belanda juga, yang oleh Balai Kota merasa amat banyak pengeluaran. Pekerjaan pendaftaran ini memakan waktu hampir 8 bulan. Dan selama itu pula kami mendapat gaji penuh. Tidak berapa banyak lagi bangsa Belanda yang didaftar, hanya meneruskan saja yang ketinggalan, kami semua diperhentikan oleh Balai Kota. Selain yang penting2 saja yang dipergunakan, termasuk juga saya sendiri sekarang hanya tinggal 6 orang saja. Pekerjaan kami teruskan, saya dipindahkan ke tempat lain yaitu menjadi Kepala Kantor Pekerjaan namanya. Saya dalam pekerjaan pendaftaran itu, telah berumah sendiri di Taloon gang 6 Malang. Disini pulalah sinar sejarah baru memancar kepada kami anak-beranak. Pertama-tama karena masuknya Jepang ke Indonesia ini, segala utang-utang yang bersangkutan dengan rentenir, habis kesemuanya ini bukan untuk perseoreangan tapi keseluruhannya. Banyak saya jumpai nyonya Belanda yang datang mendaftarkan diri kekantor yang banyak saya kenali yang terlebih dari nyonya dari opsir atau bawahan tentara KNIL. Ketemulah saya dengan istri baas saya yang sama2 di interner dulu dengan saya dan yang telah lama saya kenal. Dia bersama yang kenal juga suaminya dengan saya datang pada suatu sore ke rumah di Taloon mengajak kami tinggal dirumahnya, karena kemungkinan mereka masuk kamp. Pada suatu sore kami datangi mereka ketempatnya di Loewuk Waru, betul saja dia sedang berkemas-kemas untuk mesti pindah ke kamp. Dalam pembicaraan diterangkannya kesemuanya baranng-barang ini dijagai dan kalau kami meninggal punyailah kesemuanya ataupun kami dibawa Jepang kelain negeri, sampai2 ke perkakas dapur dan sewa rumah setahun diserahkannya kepada kami keeseokan harinya pindahlah kesemuanya ke Loewuk Waru tempat mereka merasa berbahagia mendapat rumah dan perkakas yang serba komplit.
Tadi telah saya ceritakan saya bekerja sebagai Kepala Kantor Pekerjaan yang mana sebetulnya Kantor Perantaraan Pekerjaan yang oleh Jepang semata-mata dan oleh yang berwajib Jepang dinamakan Romukiykai yaitu urusan Romusa. Betul saja bekerja dengan Jepang tidak menentukan jam bekerja ditambah lagi dalam peperangan karena bukan jam Indonesia yang dipakai mereaka melainkan tetap jam Jepang Tokyo. Dapatlah kita mengerti, saya di kantor atau pun di rumah tidak merasa sempat merebahkan diri istirahat tempo2 tentara Jepang itu datangnya di malam buta tengah malam yang bagi mereka baru jam 6 pagi, datang meminta romusa dan beginilah boleh dibilangkan berturut-turut. Rumah saya jauh letaknya dari kantor, malam kalau ada bahaya udara, yang kami oegawai diharuskan datang ke kantor amat susah buat saya akan datang. Kesulitan ini terasa benar-benar, hal ini saya bicarakan kepada salah satu opsir Jepang yang selalu memerlukan saya. Disekitar kantor saya banyak rumah opsir Jepang yang selalu memerlukan saya. Disekitar kantor saya banyak rumah opsir2 Jepang bekas rumah Belanda yang baik2 besar yang didiami mereka, rupanya dengan pembicaraan tadi ada saja opsir itu yang pindah, maka rumah ini lekas-lekas saya bicarakan, tepat betul dekat benar dari kantor jalan Immamuradoori yang belakangan menjadi Kertanegara no.3 kosong dengan tidak ada rintangan rumah ini diunjukkan kepada saya dan kami pindahlah kemari dekat dari segala yang ada. Station, kantor, Balai Kota pun sampai kepasarnya.
Kami pindah dari Loewuk Waru kemari ke jalan Kertanegara dengan membawa kesemua barang-barang kami selain dari 2 mobil yang kami serahkan kepada tentara Jepang dengan perjanjian katanya mendapat ganti rugi. Dirumah inilah kami menikmati kesenangan boleh dikatakan amat gembira, apa tidak kesemuanya ada cukup, tidak ada kami merasa berkekurangan dan banyak pula yang kami tambah karena uang ada untuk pembeli. Anak-anak sudah mulai bersekolah kembali yang dirumah hanya Soefian dan Safrie yang masih kecil. Api peperangan Asia Timur Raya bergelora dan keadaan kami sehari-hari tetap baik dan gembira. Kantor saya karena pekerjaan telah mulai besar dipindahkan beredekatan dengan kantor sutjukan (residen) dimuka alun alun Malang. Dari bermacam-macam tempat datang tentara Jepang kepada kami di Malang meminta pertolongan tentang romusa dan kalau mereka ini datang opsirnya selalu saja membawa makan-makan ke restoran dan kebanyakan saya jarang makan di rumah, sebab berganti-ganti saja mereka datang setiap hari. Saya dibelakang hari ini, setelah kantor pindah ke dekat kantor Sutjukan ini telah mendapat kendaraan mobil dan pulang pergi kantor sekarang bermobil. Bertambah derajat kedudukan siapa benar waktu Jepang pegawai yang dapat mobil apalagi seperti negeri kecil Malang.